Tanggal 13 September 2015 pagi. Kisah ini masih terjadi di kota Ambon, Maluku. Pada pagi hari yang sejuk itu, cuaca di seputaran pulau Ambon sangat indah untuk jalan-jalan. Maka rombongan kami memilih ke Pasar Mardika, kota Ambon.
Berangkat dari penginapan di Diklat Agama, Ambon, kami naik Oto (Angkot) menuju penyeberangan Sepit di Kota Jawa. Tarif oto dari penginapan ke kota Jawa adalah 3000 Rupiah. Sedangkan tarif penyeberangan menggunakan Sepit adalah 5000 per orang. Voila… Maka sampailah kami di Pasar Mardika, kota Ambon.
Apa yang kami cari di pasar ini? Tentu kami mencari sedikit oleh-oleh untuk dibawa pulang. Sebenarnya hari kemarin sudah kami beli beberapa, hari ini tinggal mencari beberapa tambahan. Harus diingat sendiri agar tidak kalap dalam belanja, ingat dompet, dan ingat muatan bagasi agar tidak melebihi kuota bawaan.
Ada dua hal yang saya cari pagi itu. Pertama adalah Sagu bubuk, kedua adalah Papeda, makanan khas Maluku (dan Indonesia Timur lainnya). Dalam benak saya, ngapain juga sudah ke Ambon malah cari Nasi Campur khas Jawa, atau Bakso Wong Solo, atau malah membeli Nasi Padang. Aduh… Rek… 😀
Tapi saudara-saudara, yakinlah. Saya kesulitan mencari penjual Papeda! Yang ada orang jual makanan nasi lebih banyak ketimbang jualan Sagu siap makan.
Berkeliling Pasar Mardika kurang lebih satu setengah jam, tak juga kami temukan. Itupun sudah ditemani seorang teman asli Ambon.
“Seng ada kaka (tak ada Kak). Bagaimana?” tanya Nona Ambon itu pada saya.
“Ya udahlah, beli sagu yang mentah aja.” jawab saya, kecewa.
Maka jadilah saya membeli sagu mentah, disamping sagu bubuk yang sudah umum dijual juga di Pulau Jawa. Sagu mentah ini, sesampainya saya di Gresik, diolah oleh ibu saya menjadi Papeda. Tapi… Dari tampilannya agak beda.
Saya jadi curiga. Telah tertanam informasi dalam benak saya sejak kecil, bahwa makanan pokok orang Maluku, Papua, dan Indonesia Timur pada umumnya adalah Sagu (dan olahannya, termasuk Papeda). Informasi ini saya dapatkan dari buku-buku pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Namun bisa jadi informasi yang ditulis itu salah (catat: bisa jadi. Karena pengalaman saya hanya seputaran kota Ambon saja).
Kalau begitu, siapa bilang orang Maluku tiap hari makan sagu? Ah, yang menulis buku IPS barangkali perlu piknik dulu ke Maluku sana. Biar bisa merevisi bukunya.
Teman Ambon saya, ketika saya tanya mengenai makanan tiap harinya, pun malah menjawab bahwa dia tiap hari makan nasi! Aduh, pusing kepala saya. Sekali lagi, siapa sih yang bilang orang Maluku tiap hari makan Sagu? [Afif E.]

Deretan pedagang Rempah. Di sini bisa kita dapati Sagu mentah yang dapat diolah menjadi Papeda (1 bola Sagu = Rp. 1.000)

Di ujung kanan, adalah pintu keluar bagi Angkutan Kota (Oto). Pasar ini bersebelahan dengan terminal.